Geowisata Bromo Tengger Semeru

Selasa, April 27, 2010

Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru secara keseluruhan merupakan daerah vulkanis, sehingga formasi geologinya terdiri dari hasil kegiatan gunung api kuarter muda, dan gunung api kuarter tua dengan komposisi 20% dan 80%. Jenis batuan kawasan ini terdiri dari abu pasir/tuff vulkan intermedia sampai basis (dengan fisiografi vulkan), asosiasi andosol kelabu dan regosol kelabu (dengan bahan induk abu/pasir), dan tuff intermedia sampai basis. Bentuk struktur geologi ini menghasilkan batuan yang tidak padat dan tidak kuat ikatan butirnya, sehingga mudah tererosi terutama pada musim penghujan.
Jenis tanah berdasarkan peta tanah tinjau Provinsi Jawa Timur tahun 1966 adalah regusol dam litosol. Jenis tanah ini berasal dari abu dan pasir vulkanis intermedia sampai basis dengan sifat permiabilitas sangat tinggi dan lapisan teratasnya sangat peka terhadap erosi. Warna tanah mulai dari kelabu, coklat kekuning-kuningan, sampai putih, dengan tekstur tanah pada umumnya pasir sampai lempung berdebu dengan struktur lepas atau berbutir tunggal.
Gunung Bromo berada pada ketinggian 2.329 m dpl, adalah salah satu gunung dari beberapa gunung lainnya yang terhampar di kawasan Komplek Pegunungan Tengger, berdiri diareal Kaldera berdiameter 8-10 km yang dinding kalderanya mengelilingi laut pasir sangat terjal dengan kemiringan ± 60-80 derajat dan tinggi berkisar antara 200-600 meter. Daya tarik Gunung Bromo yang istimewa adalah kawah di tengah kawah dengan lautan pasirnya yang membentang luas di sekeliling kawah Bromo yang sampai saat ini masih terlihat mengepulkan asap putih setiap saat, manandakan Gunung ini masih aktif.
Menurut sejarah terbentuknya Gunung Bromo dan lautan pasir berawal dari dua gunung yang saling berimpitan satu sama lain. Gunung Tengger yang berada pada ketinggian 4.000 m dpl, merupakan gunung terbesar dan tertinggi pada waktu itu. Kemudian terjadi letusan kecil, materi vulkanik terlempar ke tenggara sehingga membentuk lembah besar dan dalam sampai ke Desa Sapi Kerep. Letusan dahsyat kemudian menciptakan kaldera dengan diameter lebih dari 8 (delapan) kilometer. Karena dalamnya kaldera, materi vulkanik letusan lanjutan tertumpuk di dalam dan sekarang menjadi lautan pasir dan di duga dulu kala pernah terisi oleh air dan kemudian aktivitas lanjutan adalah munculnya lorong magma ditengah kaldera sehingga muncul gunung - gunung baru antara lain Lautan pasir, Gunung Widodaren, Gunung watangan, Gunung Kursi, Gunung Batok dan Gunung Bromo.
Disebelah selatan Gunung Bromo terlihat dari kejauhan asap keluar dari sebuah Gunung yaitu Gunung Semeru. Mahameru, adalah sebutan terkenal dari puncak Gunung Semeru dengan ketinggian ± 3.676 meter diatas permukaan laut (mdpl), menempatkan diri sebagai gunung tertinggi di Pulau Jawa. Gunung Semeru termasuk salah satu dari gunung berapi yang masih aktif di Jawa Timur, terletak diantara wilayah Administrasi Kabupaten Malang dan Lumajang dengan posisi geografis antara 7°51’ - 8°11’ Lintang Selatan, 112°47’ - 113°10’ Bujur Timur.
Puncak Gunung Semeru (Mahameru) dapat terlihat dengan jelas dari Kota Malang dan beberapa tempat lainnya dengan bentuk kerucut yang sempurna, tapi pada kondisi yang sebenarnya di puncak berbentuk kubah yang luas dengan medan beralun disetiap tebingnya. Kawah Jonggring Saloko pada tahun 1913 dan tahun 1946 mendobrak tepi kawah menyebabkan aliran lava kebagian selatan daerah Pasirian, Candipura dan Lumajang.
Gunung Semeru adalah bagian termuda dari Pegunungan Jambangan tetapi telah berkembang menjadi strato-vulkano luas yang terpisah. Aktivitas material vulkanik yang dikeluarkannya berupa Letusan abu, lava blok tua dan bom lava muda, Material lahar vulkanik bercampur dengan air hujan atau air sungai, Letusan bagian kerucut yang menyebabkan longsoran, Pertumbuhan lambat/berangsur dari butiran lava dan beberapa kali guguran lahar panas.
Formasi geologi Gunung Semeru merupakan hasil gunung api kwarter muda, dengan jenis batuan terdiri dari : abu pasir/ tuf dan vulkan intermedian sampai basis dengan fisiografi vulkan serta asosiasi andosof kelabu dan regosol kelabu dengan bahan induk abu/pasir dab tuf intermedian sampai basis. Bentuk struktur geologi menghasilkan batuan yang tidak padat dan tidak kuat ikatan butirannya, mudah tererosi dimusim penghujan.
Jenis tanahnya adalah regosol, merupakan segabungan tanah dengan sedikit perkembangan profil dengan sedikit perkembangan profil dengan solum dangkal, tipis pada bahan induk kukuh. Pada umumnya ditempat tinggi lainnya, daerah sepanjang route perjalanan dari mulai Ranu Pane (2.200 m dpl) sampai Puncak Semeru mempunyai suhu relatif dingin. Suhu rata-rata berkisar antara 30C–80C pada malam dan dini hari, sedangkan pada siang hari berkisar antara 00C–120C kadang-kadang pada beberapa daerah terjadi hujan es yang terjadi pada saat perubahan musim hujan ke musim kemarau dan sebaliknya.
Dinginnya suhu disepanjang route perjalanan ini bukan semata-mata disebabkan oleh udara diam tetapi didukung oleh kencangnya angin yang berhembus ke daerah ini menjadi udara semakin dingin. Berdasarkan topografi kawasan secara makro, pada tiupan angin membentuk pola yang tidak menentu dalam arti dominasi arah angin sulit ditentukan selalu berubah-ubah. Bentuk topografi yang dilingkari oleh tebing tinggi sekitar 200-500 meter sebenarnya memungkin dapat menahan arus kecepatan angin, tetapi karena banyak celah/lorong tebing tersebut, maka arus angin tidak tertahan bahkan melaju dengan kecepatan yang lebih cepat.
Berdasarkan ketinggian tempat dan suhu, formasi hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dibagi dalam 3 zone yaitu;
1.      Sub Montane (750 - 1.500 dpl)
Pada zona ini tergolong tipe hutan hujan tropis dataran rendah sampai pegunungan yang mempunyai tingkat keaneka-ragaman jenis dan kerapatan yang tinggi. Hutan ini merupakan hutan primer yang bisa dijumpai di bagian Semeru Selatan, Semeru Timur dan Semeru Barat yang merupakan zona inti taman nasional. Jenis vegetasinya antara lain dari famili Fagaceae, Moraceae, Anacardiaceae, Sterculiacae dan  Rubiaceae . Jenis tumbuhan bawahnya antara lain terdiri dari berbagai genus Calamus spp, Piper spp, Asplenium, Begonia spp, dan dari  famili Anacardiaceae, Araceae, Poaceae dan Zingiberaceae.
2.      Montane (1.500 - 2.400 m dpl)
Pada hutan ini sebagian besar merupakan hutan primer yang keanekaragaman jenisnya sudah mulai berkurang dan jenis tumbuhannya merupakan tumbuhan pionir yang tidak dapat hidup di bawah naungan. Jenis-jenis pohon yang ada antara lain cemara ( Casuarina junghuhniana ), mentigi ( Vaccinium varingifolium ), kemlandingan gunung ( Albizia lophanta ), akasia ( Acasia decurrens ). Tumbuhan bawahnya antara lain edelweiss ( Anaphalis longifolia ), senduro ( Anaphalis javanica ), paku-pakuan ( Pteris sp ), rumput merakan ( Themeda sp ), calingan ( Centella asiatica ), dan alang-alang ( Imperata cylindrica ). Terdapat anggrek tanah endemik yaitu Habenaria tosariensis.
3.      Sub Alpin (2.400 m dpl keatas).
Di zona ini hanya terdapat pohon-pohon kerdil yang sedikit jenisnya, antara lain mentigi gunung (Vaccinium varingifolium ), kemlandingan gunung (Albizia lophanta), dan edelweiss (Anaphalis longifolia).
Berdasarkan hasil inventarisasi, terdapat 900 jenis flora dan 200 diantaranya merupakan famili Orchidaceae (Anggrek). Dari famili anggrek, 40 jenis diantaranya tergolong anggrek langka, 3 jenis merupakan anggrek langka endemik Jawa, 15 jenis endemik Jawa Timur, 3 jenis merupakan jenis khas Semeru selatan yaitu; Malaxis purpureonervosa , Melola wetteana dan Liparis rhodocila . Anggrek jenis Corybas fornicatus (anggrek mutiara merah) dan Macodes petola merupakan anggrek yang dilindungi Undang-Undang. 

Pariwisata

Kamis, April 22, 2010

Dampak krisis finansial global sejak tahun 2008 mulai terlihat pada beberapa komponen produk wisiata di dunia, terutama pada usaha penerbangan. Penurunan wisatawan yang melakukan perjalanan wisata ke berbagai negara di dunia diperkirakan mengalami penurunan sebesar 2% (Sumber: UNWTO, World Tourism Barometer, Januari 2009). Prakiraan pertumbuhan kunjungan wisatawan ke Asia Pasifik juga hanya sebesar 6,5% (sumber: PATA Asia Pasific Tourism Forecast 2008-2010) dibandingkan pada tahun 2007 yang tumbuh sebesar 7,6%.
Namun demikian, sesungguhnya Indonesia tidak perlu merasa khawatir dengan menurunnya pariwisata international. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang kini berkisar antara 220-230 juta jiwa, Indonesia merupakan pasar wisatawan nusantara (wisnus) yang sangat besar. Dan pengalaman menunjukkan bahwa pada masa krisis multidimensi di akhir tahun 90-an maupun pada masa sulit lainnya, pariwisata nusantara menjadi ‘penyelemat’ kepariwisataaan di destinasi-destinasi wisata utama di Indonesia. Wisatawan nusantara ini relatif kurang dipengaruhi oleh berbagai krisis finansial dan gejolak sosial ekonomi lainnya dibandingkan wisatawan mancanegara.
Memperhatikan perannya yang sangat penting dalam kepariwisataan dalam negeri, sudah sewajarnya wisatawan nusantara mendapat perhatian yang sama besarnya dengan wisatawan mancanegara dari pengelola destinasi wisata di Indonesia. Dengan demikian, kegiatan meneliti dan menganalisis pasar wisatawan nusantara merupakan inisiatif yang strategis.
Dalam Undang Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, jelas terlihat keluasan peran pariwisata dalam pembangunan nasional, bukan hanya secara ekonomis -melalui devisa maupun akumulasi pendapatan daerah dan nasional-, namun terlebih lagi adalah secara politis maupun budaya. Rasa cinta tanah air serta peningkatan persahabatan melalui pariwisata sungguh merupakan tujuan yang tidak sederhana, yang tak hanya mengandalkan jumlah wisatawan yang bepergian sebagai tolok ukur keberhasilan, tetapi kualitas perjalanan dalam arti bagaimana perjalanan tersebut dapat dimaknai. Pariwisata mempunyai kaitan dengan identitas nasional, maka perjalanan masyarakat Indonesia keluar dari tempat asal/tempat tinggalnya merupakan sesuatu yang penting untuk negara kepulauan sebesar Indonesia.
Perubahan yang mendasar dalam UU tentang Kepariwisataan tersebut adalah persepsi tentang kegiatan wisata yang ditempatkan sebagai bagian dari kebutuhan dasar dan hak asaasi manusia. Paradigma baru dalam undang undang tersebut tentu harus diperhitungkan di dalam kebijakan dan pelaksanaaan pembangunan kepariwisataan. Pariwisata bukan lagi barang mewah yang hanya menjadi konsumsi golongan yang beruntung. Pariwisata justeru menjadi alat untuk meningkatkan, mulai dari, produktivitas kerja, kesejahteraan non jasmaniah, sampai kepada persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Label: